Chapter 10: Filsafat Manusia dan Afektifitasnya
Kekayaan dan Kompleksitas Afektivitas Manusia
Manusia dapat mengenal dan memiliki afektifitas, maka kita dapat memandang alam semesta.
Kegiata afektifitas berdasarkan :
Mencintai (positif) & Benci (negatif)
Ketika mengenal cinta, afektif itu bukanlah mengerti tentang cinta atau cinta yang dimengerti melainkan orang yang bisa berbicara mengenai cinta. (bukan perbuatan afektif)
Afektifitas dan Kehidupan afektif
harus meliputi sikap jiwa dari mana subjek didorong
Afektifitas = unsur-unsir yang dasari oleh roh
penyebab perbuatan afektif
•perbuatan
afektif itu lebih pasif dari perbuatan mengenal. Perbuatan afektif subjek lebih
dipengaruhi/dikuasai oleh objek. Akibatnya dalam perbuatan, subjek lebih
dikenal oleh pihak objek.
•
perbuatan afektif juga lebih bersifat realistis, karena subjek lebih
diuntungkan dengan apa yang khusus dan nyata dalam objek itu,
plato dan aristoteles mendefinisikan kebaikan sebagai sesuatu yang cenderung sebagai kecocokan orang lain.
kehendak manusia
•Hidup,
Cinta,
Kebenaran,
Keindahan,
Keadilan,
Kebebasan,
Kreativitas
dll.
Ditinjau
dari sudut subjek, maka nilai itu membangkitkan dalam dirinya rasa hormat dan
kekaguman, menimbulkan persetujuan dan keterlibatannya dan sebagai gantinya
menjanjikan kepadanya penyempurnaan.
dipandang dari dalam diri sendiri nilai itu adalah
•sesuatu
yang betul-betul berharga, yang pantas diperoleh dengan perjuangan keras dan
makin orang dengan sepenuh hati memperjuangkan itu makin itu atau menyamakan diri sebagai lebih kaya,
nilai bersandar pada Yang Mutlak atau menyamakan diri dengan-Nya yang melebihi
semua objek dimana nilai direalisir.
untuk terjadinya perbuatan afektiff
tidak
cukup bahwa subjek itu mengenal apa yang menarik baginya atau menyenangkan,
tetapi ia juga secara fundamental dan langsung siap sedia untuk mengalaminya
sebagai suatu yang diinginkan atau ditolak
penderitaaan
•adalah
cara afektif yang timbul dalam diri kita oleh karena salah satu
kecenderungan-kecenderungan kita dilawan, dirintangi, digagalkan, entah karena
objek kecenderungan itu luput atau ditarik kembali dari
kita, entah kita tidak
sampai mencapainya, mempergunakannya, atau berkomunikasi dengannya.
Argumen Klasik
•Argumen
persetujuan umum, sebagian besar manusia percaya bahwa mereka dilengkapi dengan
kehendak bebas, kehendak manusia adalah bebas.
Argumen
psikologis, sebagian besar manusia secara spontan mengakui kebebasan sebagai
hasil pengalaman
Komentar
Posting Komentar